Filsafat Sains
Teori Tentang Pengetahuan
Pengetahuan/epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata, pikiran, percakapan atau ilmu). Jadi pengetahuan (epistemologi) berarti kata, pikiran, percakapan tentang pengetahuan atau ilmu pengetahuan.
The Liang Gie (1998:120) menafsirkan pengetahuan adalah keseluruhan keterangan dan ide yang terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang dibuat mengenai peristiwa baik yang bersifat alamiah, sosial maupun individu.
Menurut Suparlan Suhartono (2008:48), pengetahuan adalah sesuatu yang ada secara niscaya pada diri manusia. Keberadaannya diawali dari kecendrungan psikis manusia sebagai bawaan kodrat manusia, yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari kehendak atau kemauan.
Jujun S. Suriasumantri (2005:104) mendefinisikan pengetahuan dengan segenap apa yang diketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk didalamnya ilmu.
Menurut Surajiyo (2007:26), Pengetahuan adalah hasil “tahu” manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu obyek yang dihadapinya. Atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Selanjutnya Surajiyo (2007) membagi pengetahuan dalam dua jenis :
a. Pengetahuan ilmiah; adalah segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah.
b. Pengetahuan non-ilmiah; adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk kategori metode ilmiah.
Dari uraian diatas dapatlah dipahami bahwa pengetahuan didapat dari rasa ingin mengetahui tentang obyek tertentu kemudian yang didapat dengan dan tanpa menggunakan metode ilmiah serta dirasakan melalui pengalaman indrawi.
Mungkinkah manusia memiliki ilmu pengetahuan?
Pyrrho ketika berdalil bahwa pengetahuan tidak mungkin karena kasalahan-kesalahan yang indra dan akal, sebenarnya, ia telah mengetahui (baca: meyakini) bahwa pengetahuan tidak mungkin. Dan itu merupakan pengetahuan. Itu pertama. Kedua, ketika ia mengatakan bahwa indra dan akal seringkali bersalah, atau katakan, selalu bersalah, berarti ia mengetahui bahwa indra dan akal itu salah. Dan itu adalah pengetahuan juga.
Alasan yang dikemukakan oleh Pyrrho tidak sampai pada kesimpulan bahwa pengetahuan sesuatu yang tidak mungkin. Alasan itu hanya dapat membuktikan bahwa ada kesalahan dalam akal dan indra tetapi tidak semua pengetahuan lewat keduanya salah. Oleh karen itu mesti ada cara agar akal dan indra tidak bersalah.
Sumber dan alat pengetahuan
Sumber pengetahuan
1. Empirisme atau dari pengalaman
2. Rasionalisme atau dari akal pikirannya sendiri
3. Intuisionisme atau dari alat indera dan hati tanpa penalaran
4. Wahyu atau ilham dari Allah SWT, yaitu bisikan-bisikan Allah SWT yang diberikan kepada manusia sebagai pengetahuan.
Alat pengetahuan
1. Mata yang dapat melihat dan mengamati
2. Telinga yang dapat mendengar
3. Hidung yang dapat mencium
4. Mulut yang dapat mengeluarkan suara
5. Kulit yang dapat menyentuh, meraba dan merasakan
6. Insting atau otak yang dapat berimajinasi, berproses dan mengolah informasi.
Versi islam
Para filusuf Islam menyebutkan beberapa sumber dan sekaligus alat pengetahuan, yaitu :
1. Alam tabi’at atau alam fisik
2. Alam Akal
3. Analogi ( Tamtsil)
4. Hati dan Ilham
Sumber : http://makalahmeza1.blogspot.com/2012/12/sumber-sumber-dan-alat-pengenalan.html dan http://suaraqolbu.wordpress.com/2008/01/05/umber-dan-alat-pengetahuan/
Dasar pengetahuan
a. penalaran
penalaran adalah kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu :
1. Adanya suatu pola berpikir yang secara luas disebut logika.
2. Proses berfikirnya bersifat analitik. Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan.
b. logika
Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika. Secara lebih luas logika didefinisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir sacara sahih”. Cara penarikan kesimpulan berdasarkan penalaran ilmiah, yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif merupakan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata (khusus) menjadi kesimpulan yang bersifat umum, sedangkan logika deduktif merupakan penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus). Penarikan kesimpulan secara deduktif menggunakan pola berpikir silogisme. Disusun dari dua buah pertanyaan dan sebuah kesimpulan.
Makna berfikir
Menurut J.M. Bochenski berfikir adalah perkembangan ide dan konsep, definisi ini nampak sangat sederhana namun substansinya cukup mendalam, berfikir bukanlah kegiatan fisik namun merupakan kegiatan mental, bila seseorang secara mental sedang mengikatkan diri dengan sesuatu dan sesuatu itu terus berjalan dalam ingatannya, maka orang tersebut bisa dikatakan sedang berfikir. Jika demikian berarti bahwa berfikir merupakan upaya untuk mencapai pengetahuan. Upaya mengikatkan diri dengan sesuatu merupakan upaya untuk menjadikan sesuatu itu ada dalam diri (gambaran mental) seseorang, dan jika itu terjadi tahulah dia, ini berarti bahwa dengan berfikir manusia akan mampu memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuan itu manusia menjadi lebih mampu untuk melanjutkan tugas kekhalifahannya di muka bumi serta mampu memposisikan diri lebih tinggi dibanding makhluk lainnya.
Sementara itu Partap Sing Mehra memberikan definisi berfikir (pemikiran) yaitu mencari sesuatu yang belum diketahui berdasarkan sesuatu yang sudah diketahui. Definisi ini mengindikasikan bahwa suatu kegiatan berfikir baru mungkin terjadi jika akal/pikiran seseorang telah mengetahui sesuatu, kemudian sesuatu itu dipergunakan untuk mengetahui sesuatu yang lain, sesuatu yang diketahui itu bisa merupakan data, konsep atau sebuah idea, dan hal ini kemudian berkembang atau dikembangkan sehingga diperoleh suatu yang kemudian diketahui atau bisa juga disebut kesimpulan. Dengan demikian kedua definisi yang dikemukakan akhli tersebut pada dasarnya bersifat saling melengkapi. Berfikir merupakan upaya untuk memperoleh pengetahuan dan dengan pengetahuan tersebut proses berfikir dapat terus berlanjut guna memperoleh pengetahuan yang baru, dan proses itu tidak berhenti selama upaya pencarian pengetahuan terus dilakukan.
Menurut Jujus S Suriasumantri Berfikir merupakan suatu proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Dengan demikian berfikir mempunyai gradasi yang berbeda dari berfikir sederhana sampai berfikir yang sulit, dari berfikir hanya untuk mengikatkan subjek dan objek sampai dengan berfikir yang menuntut kesimpulan berdasarkan ikatan tersebut. Sementara itu Partap Sing Mehra menyatakan bahwa proses berfikir mencakup hal-hal sebagai berikut yaitu :
Conception (pembentukan gagasan)
Judgement (menentukan sesuatu)
Reasoning (Pertimbangan pemikiran/penalaran)
bila seseorang mengatakan bahwa dia sedang berfikir tentang sesuatu, ini mungkin berarti bahwa dia sedang membentuk gagasan umum tentang sesuatu, atau sedang menentukan sesuatu, atau sedang mempertimbangkan (mencari argumentasi) berkaitan dengan sesuatu tersebut.
Cakupan proses berfikir sebagaimana disebutkan di atas menggambarkan bentuk substansi pencapaian kesimpulan, dalam setiap cakupan terbentang suatu proses (urutan) berfikir tertentu sesuai dengan substansinya. Menurut John Dewey proses berfikir mempuyai urutan-urutan (proses) sebagai berikut :
Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenai sifat, ataupun dalam menerangkan hal-hal yang muncul secara tiba-tiba.
Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk permasalahan.
Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka, hipotesa, inferensi atau teori.
Ide-ide pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan implikasi dengan jalan mengumpulkan bukti-bukti (data).
Menguatkan pembuktian tentang ide-ide di atas dan menyimpulkannya baik melalui keterangan-keterangan ataupun percobaan-percobaan.
Sementara itu Kelly mengemukakan bahwa proses berfikir mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
Timbul rasa sulit
Rasa sulit tersebut didefinisikan
Mencari suatu pemecahan sementara
Menambah keterangan terhadap pemecahan tadi yang menuju kepada kepercayaan bahwa pemecahan tersebut adalah benar.
Melakukan pemecahan lebih lanjut dengan verifikasi eksperimental
Mengadakan penelitian terhadap penemuan-penemuan eksperimental menuju pemecahan secara mental untuk diterima atau ditolak sehingga kembali menimbulkan rasa sulit.
Memberikan suatu pandangan ke depan atau gambaran mental tentang situasi yang akan datang untuk dapat menggunakan pemecahan tersebut secara tepat.
Urutan langkah (proses) berfikir seperti tersebut di atas lebih menggambarkan suatu cara berfikir ilmiah, yang pada dasarnya merupakan gradasi tertentu disamping berfikir biasa yang sederhana serta berfikir radikal filosofis, namun urutan tersebut dapat membantu bagaimana seseorang berfikir dengan cara yang benar, baik untuk hal-hal yang sederhana dan konkrit maupun hal-hal yang rumit dan abstrak, dan semua ini dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki oleh orang yang berfikir tersebut.
Berfikir dan pengetahuan
Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan manusia, tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan lebih lanjut tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan pengetahuan mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal.
Gerak sirkuler antara berfikir dan pengetahuan akan terus membesar mengingat pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berfikir, demikian juga semakin rumit aktivitas berfikir semakin kaya akumulasi pengetahuan. Semakin akumulatif pengetahuan manusia semakin rumit, namun semakin memungkinkan untuk melihat pola umum serta mensistimatisirnya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga lahirlah pengetahuan ilmiah (ilmu), disamping itu terdapat pula orang-orang yang tidak hanya puas dengan mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan hakekat dan kebenaran yang diketahuinya secara radikal dan mendalam, maka lahirlah pengetahuan filsafat, oleh karena itu berfikir dan pengetahuan dilihat dari ciri prosesnya dapat dibagi ke dalam :
• Berfikir biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan biasa (pengetahuan eksistensial)
• Berfikir sistematis faktual tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah (ilmu)
• Berfikir radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis (filsafat)
Semua jenis berfikir dan pengetahuan tersebut di atas mempunyai poisisi dan manfaatnya masing-masing, perbedaan hanyalah bersifat gradual, sebab semuanya tetap merupakan sifat yang inheren dengan manusia. Sifat inheren berfikir dan berpengetahuan pada manusia telah menjadi pendorong bagi upaya-upaya untuk lebih memahami kaidah-kaidah berfikir benar (logika), dan semua ini makin memerlukan keakhlian, sehingga makin rumit tingkatan berfikir dan pengetahuan makin sedikit yang mempunyai kemampuan tersebut, namun serendah apapun gradasi berpikir dan berpengetahuan yang dimiliki seseorang tetap saja mereka bisa menggunakan akalnya untuk berfikir untuk memperoleh pengetahuan, terutama dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan, sehingga manusia dapat mempertahankan hidupnya (pengetahuan macam ini disebut pengetahuan eksistensial). Gradasi berfikir dan berpengetahuan sebagai dikemukakan terdahulu dapan dibagankan sebagai berikut :
Berpengetahuan merupakan syarat mutlak bagi manusia untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk itu dalam diri manusia telah terdapat akal yang dapat dipergunakan berfikir untuk lebih mendalami dan memperluas pengetahuan. Paling tidak terdapat dua alasan mengapa manusia memerlukan pengetahuan/ilmu yaitu :
1. manusia tidak bisa hidup dalam alam yang belum terolah, sementara binatang siap hidup di alam asli dengan berbagai kemampuan bawaannya.
2. manusia merupakan makhluk yang selalu bertanya baik implisit maupun eksplisit dan kemampuan berfikir serta pengetahuan merupakan sarana untuk menjawabnya.
Dengan demikian berfikir dan pengetahuan bagi manusia merupakan instrumen penting untuk mengatasi berbagai persoalah yang dihadapi dalam hidupnya di dunia, tanpa itu mungkin yang akan terlihat hanya kemusnahan manusia (meski kenyataan menunjukan bahwa dengan berfikir dan pengetahuan manusia lebih mampu membuat kerusakan dan memusnahkan diri sendiri lebih cepat)
Tingkatan pengetahuan
Pengetahuan atau knowledge adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).
Proses Adopsi Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
• Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
• Interest, dimana orang mulai tertarik kepada Stimulus
• Evaluation (menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
• Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru
• Adoption di mana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Suatu contoh dapat dikemukakan di sini. Ibu-ibu peserta KB, yang diperintahkan oleh Lurah atau Ketua RT, tanpa ibu-ibu tersebut mengetahui makna dan tujuan KB, maka mereka akan segera keluar dari keikutsertaannya dalam KB setelah beberapa saat perintah tersebut diterima.
Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:
- Tuhu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh: Dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.
- Comprehension (Memahami)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramaikan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
- Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
- Análisis (Analysis)
Análisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
- Síntesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
- Evaluasi GEvaluation),
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan ántara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidák mau ikut KB, dan sebagainya.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas.
Ciri – ciri ilmu pengetahuan
Secara umum dari pengertian ilmu dapat diketahui apa sebenarnya yang menjadi ciri dari ilmu, meskipun untuk tiap definisi memberikan titik berat yang berlainan. Menurut The Liang Gie secara lebih khusus menyebutkan ciri-ciri ilmu sebagai berikut :
· Empiris (berdasarkan pengamatan dan percobaan)
· Sistematis (tersusun secara logis serta mempunyai hubungan saling bergantung dan teratur)
· Objektif (terbebas dari persangkaan dan kesukaan pribadi)
· Analitis (menguraikan persoalan menjadi bagian-bagian yang terinci)
· Verifikatif (dapat diperiksa kebenarannya)
Sementara itu Beerling menyebutkan ciri ilmu (pengetahuan ilmiah) adalah :
· Mempunyai dasar pembenaran
· Bersifat sistematik
· Bersifat intersubjektif
Ilmu perlu dasar empiris, apabila seseorang memberikan keterangan ilmiah maka keterangan itu harus memmungkintan untuk dikaji dan diamati, jika tidak maka hal itu bukanlah suatu ilmu atau pengetahuan ilmiah, melainkan suatu perkiraan atau pengetahuan biasa yang lebih didasarkan pada keyakinan tanpa peduli apakah faktanya demikian atau tidak. Upaya-upaya untuk melihat fakta-fakta memang merupakan ciri empiris dari ilmu, namun demikian bagaimana fakta-fakta itu dibaca atau dipelajari jelas memerlukan cara yang logis dan sistematis, dalam arti urutan cara berfikir dan mengkajinya tertata dengan logis sehingga setiap orang dapat menggunakannya dalam melihat realitas faktual yang ada.
Disamping itu ilmu juga harus objektif dalam arti perasaan suka-tidak suka, senang-tidak senang harus dihindari, kesimpulan atau penjelasan ilmiah harus mengacu hanya pada fakta yang ada, sehingga setiap orang dapat melihatnya secara sama pula tanpa melibatkan perasaan pribadi yang ada pada saat itu. Analitis merupakan ciri ilmu lainnya, artinya bahwa penjelasan ilmiah perlu terus mengurai masalah secara rinci sepanjang hal itu masih berkaitan dengan dunia empiris, sedangkan verifikatif berarti bahwa ilmu atau penjelasan ilmiah harus memberi kemungkinan untuk dilakukan pengujian di lapangan sehingga kebenarannya bisa benar-benar memberi keyakinan.
Dari uraian di atas, nampak bahwa ilmu bisa dilihat dari dua sudut peninjauan, yaitu ilmu sebagai produk/hasil, dan ilmu sebagai suatu proses. Sebagai produk ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang tersistematisir dan terorganisasikan secara logis, seperti jika kita mempelajari ilmu ekonomi, sosiologi, biologi. Sedangkan ilmu sebagai proses adalah ilmu dilihat dari upaya perolehannya melalui cara-cara tertentu, dalam hubungan ini ilmu sebagai proses sering disebut metodologi dalam arti bagaimana cara-cara yang mesti dilakukan untuk memperoleh suatu kesimpulan atau teori tertentu untuk mendapatkan, memperkuat/menolak suatu teori dalam ilmu tertentu, dengan demikian jika melihat ilmu sebagai proses, maka diperlukan upaya penelitian untuk melihat fakta-fakta, konsep yang dapat membentuk suatu teori tertentu.
Fungsi dan tujuan ilmu pengetahuan
Kerlinger dalam melihat fungsi ilmu, terlebih dahulu mengelompokan dua sudut pandang tentang ilmu yaitu pandangan statis dan pandangan dinamis. Dalam pandangan statis, ilmu merupakan aktivitas yang memberi sumbangan bagi sistimatisasi informasi bagi dunia, tugas ilmuwan adalah menemukan fakta baru dan menambahkannya pada kumpulan informasi yang sudah ada, oleh karena itu ilmu dianggap sebagai sekumpulan fakta, serta merupakan suatu cara menjelaskan gejala-gejala yang diobservasi, berarti bahwa dalam pandangan ini penekanannya terletak pada keadaan pengetahuan/ilmu yang ada sekarang serta upaya penambahannya baik hukum, prinsip ataupun teori-teori. Dalam pandangan ini, fungsi ilmu lebih bersifat praktis yakni sebagai disiplin atau aktivitas untuk memperbaiki sesuatu, membuat kemajuan, mempelajari fakta serta memajukan pengetahuan untuk memperbaiki sesuatu (bidang-bidang kehidupan).
Pandangan ke dua tentang ilmu adalah pandangan dinamis atau pandangan heuristik (arti heuristik adalah menemukan), dalam pandangan ini ilmu dilihat lebih dari sekedar aktivitas, penekanannya terutama pada teori dan skema konseptual yang saling berkaitan yang sangat penting bagi penelitian. Dalam pandangan ini fungsi ilmu adalah untuk membentuk hukum-hukum umum yang melingkupi prilaku dari kejadian-kejadian empiris atau objek empiris yang menjadi perhatiannya sehingga memberikan kemampuan menghubungkan berbagai kejadian yang terpisah-pisah serta dapat secara tepat memprediksi kejadian-kejadian masa datang, seperti dikemukakan oleh Braithwaite dalam bukunya Scientific Explanation bahwa the function of science… is to establish general laws covering the behaviour of the empirical events or objects with which the science in question is concerned, and thereby to enable us to connect together our knowledge of the separately known events, and to make reliable predictions of events as yet unknown.
Dengan memperhatikan penjelasan di atas nampaknya ilmu mempunyai fungsi yang amat penting bagi kehidupan manusia, Ilmu dapat membantu untuk memahami, menjelaskan, mengatur dan memprediksi berbagai kejadian baik yang bersifat kealaman maupun sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia. Setiap masalah yang dihadapi manusia selalu diupayakan untuk dipecahkan agar dapat dipahami, dan setelah itu manusia menjadi mampu untuk mengaturnya serta dapat memprediksi (sampai batas tertentu) kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan pemahaman yang dimilikinya, dan dengan kemampuan prediksi tersebut maka perkiraan masa depan dapat didesain dengan baik meskipun hal itu bersifat probabilistik, mengingat dalam kenyataannya sering terjadi hal-hal yang bersifat unpredictable.
Dengan dasar fungsi tersebut, maka dapatlah difahami tentang tujuan dari ilmu, apa sebenarnya yang ingin dicapai oleh ilmu. Sheldon G. Levy menyatakan bahwa science has three primary goals. The first is to be able to understand what is observed in the world. The second is to be able to predict the events and relationships of the real world. The third is to control aspects of the real world, sementara itu Kerlinger menyatakan bahwa the basic aim of science is theory.dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tujuan dari ilmu adalah untuk memahami, memprediksi, dan mengatur berbagai aspek kejadian di dunia, disamping untuk menemukan atau memformulasikan teori, dan teori itu sendiri pada dasarnya merupakan suatu penjelasan tentang sesuatu sehingga dapat diperoleh kefahaman, dan dengan kepahaman maka prediksi kejadian dapat dilakukan dengan probabilitas yang cukup tinggi, asalkan teori tersebut telah teruji kebenarannya
Komentar
Posting Komentar